agustinus wibowo mengisahkan negara-negara pecahan uni soviet serupa dongeng. dengan kalimat-kalimat yang indah ketika mendeskripsikan tajikistan, kirgizstan, kazakhstan, uzbekistan, dan turkmenistan memberikan kita pandangan baru dan pengetahuan yang akhirnya menimbulkan ketakjuban akan budaya dan segala hal yang menyertainya, termasuk kesulitan-kesulitan yang dihadapi penduduk garis batas. persinggungan dengan negara tetangga tak jarang membuat kehidupan terasa tidak masuk akal sekaligus membingungkan, hingga terasa penuh misteri dan ngeri.
setiap negara memiliki identitasnya masing-masing; mata uang, budaya, bahasa, dan terkhusus makananan yang tersaji di atas meja. meski, semuanya itu masih saja kerap terhubung dengan kapasitas kecil.
garis batas adalah tanda nyata bahwa terdapat kerumitan ketika hendak melintas. ia membentang memberi penekanan untuk segala hal agar tetap mematuhi aturan. nyatanya, garis batas tidak sesederhana yang ditampilan peta di atas kertas.
di balik kehidupan modern yang ditampilkan sebuah negara, nyatanya tersimpan kesulitan hidup. di sebuah garis batas tajikistan, beberapa keluarga mengeluh karena harga untuk bahan pokok makanan terlalu tinggi, pendidikan untuk generasi penerus tidak tersedia, hingga pengangguran layaknya zombie kelaparan yang setiap harinya hanya menjalani nasib tanpa kepastian. perasaanku berkecamuk membaca bagian ini. kesedihan menimbulkan satu pertanyaan, "akan menjadi apa hidup ini kelak, ketika mimpi yang sederhana terasa sangat mewah bagi mereka yang serba terbatas?"
di benak saya selalu tersimpan cerita-cerita dari seseorang tentang keadaan di negeri sendiri yang tak kalah memilukannya. sembari membaca buku ini saya kembali mengingat cerita-cerita jauh yang pernah dikisahkan olehnya. bahwa ketika masyarakat ibu kota sibuk membangun relasi atas dasar keuntungan dan keegoisan semata, di garis batas indonesia yang bahkan letaknya tidak bisa kubayangkan, ada banyak pasang mata dan tangan yang masih menggapai-gapai mimpi sederhana, dan bahkan mereka tidak pernah mengenal deretan abjad.
lebih daripada itu, banyak kesederhanaan hidup yang bisa membuat kita merasa bahwa apa yang dimiliki saat ini, oleh kalian yang membaca ini, adalah sebuah kemewahan. dan saya merasa malu untuk semua yang kumiliki.
kesulitan-kesulitan tersebut tentu saja dipengaruhi oleh birokrasi yang tidak bersahabat. meski demikian, jika berhasil berjalan lebih jauh melewati perbatasan yang pelik sekaligus menegangkan itu, pembaca akan menemukan kehangatan dan keramahan di mana rasa kekeluargaan terasa sangat nyata. sambutan disertai senyum hangat dari masyarakat setempat seolah menggugurkan keletihan dan mengubur kesulitan yang telah ditemui ketika melewati garis batas.
"garis batas" adalah kisah perjalanan yang sangat menyenangkan. saya menikmatinya. tulisan agustinus wibowo terasa ajaib. saya terkagum-kagum bahwa betapa hebatnya agustinus wibowo mencari makna diri dengan menyeberangi banyak negara, suku, dan kebudayaan. hingga mucul pertanyaan, "mengapa harus ada garis batas?"
melalui kisah-kisah dan foto-foto yang dilampirkan pada setiap negara membuat saya berpikir bahwa dunia ini sangatlah luas. keberagaman sangat nyata adanya. misal, agama islam di indonesia berbeda dengan islam di tajikistan, kirgizstan, kazakhstan, uzbekistan, dan turkmenistan. dari keberagaman itu setidaknya masing-masing masyarakat di beberapa negara memiliki keyakinan yang tersimpan jauh di lubuk hati.
ketika akhirnya bisa bertemu langsung dengan agustinus wibowo di acara MIWF tahun ini, saya banyak belajar dari semua hal yang bisa ditangkap oleh mata dan telingaku pada saat itu. bagaimana sebuah perjalanan adalah poses untuk berkembang. memahami diri sendiri melalui orang-orang yang ditemui. agustinus wibowo tidak hanya keluar dari zona nyaman, beliau mencari dan akhirnya menemukan makna di setiap tempat yang disinggahi.
*.