"berbeda dengan hewan yang melakukan seks untuk bereproduksi, manusia punya banyak motif untuk berhubungan seks."
25.8.22
// sebab kita semua gila seks //
23.8.22
// gagal menjadi manusia //
'gagal menjadi manusia" kuselesaikan dalam perjalananku melintasi laut dengan menumpangi kapal pelni, menuju jakarta. buku ini habis kubaca dengan perasaan sedikit menyakitkan sekaligus kosong. barangkali karena si tokoh utama hampir tidak mengalami kesulitan hidup sedikit pun, kecuali konflik di dalam dirinya sendiri ketika harus memikirkan apakah perbuatannya baik atau buruk. yang justru karena hal tersebut dia selalu menyembunyikan diri.
hari-hari oba yozo dijalaninya dengan kegilasahan. kerumitan pemikiran dan bagaimana ia melihat manusia lain tak jarang menimbulkan ketakutan dan kebingungan tersendriri. segalanya berkecamuk, tidak biasa, sulit dipahami, dan jauh dari apa yang disebut kenormalan menurut masyarakat. oba yozo, mengatakan begini,
“bagiku kehidupan berkelompok itu mustahil. ditambah lagi mereka sering mengucapkan bualan-bualan semacam antusiasme jiwa muda dan kebanggan penerus bangsa. dibuat merinding aku tiap kali mendengarnya.”
yang saya sebut menyakitkan adalah bagaimana akhirnya saya menyadari bahwa nyatanya banyak oba yozo lain di luar sana. yakni manusia yang bingung dengan dirinya sendiri, terlena dengan kecemasan dan pikiran-pikiran yang sulit dipahami manusia lain, hingga membuat hidupnya berantakan. lantas, segalanya menjadi lebih rumit ketika sebuah ritme kehidupan berjalan dengan tempo yang cepat. misal, kehidupan di kota besar.
lebih daripada itu, saya menemukan sebuah pengingat melalui kegelisahan yang dituturkan dazai osamu bahwa manusia itu banyak menipu dan berpura-pura. bahkan untuk sekadar membentuk kehidupan sosial pun manusia tak sungkan untuk melabeli diri dengan "tidak menjadi diri sendiri", hanya agar bisa diterima sebagai manusia normal. segalanya menjerumuskan, sulit diperbaiki, dan mungkinkah yang seperti itu membuat kita gagal menjadi manusia?
"sebelum ada yang menyadarinya, aku telah menjadi badut yang ulung—seorang anak yang tidak pernah mengucapkan kejujuran dalam kata-katanya."
jika ditelisik dan dipahami lebih jauh, oba yozo adalah bentuk pesimis seorang manusia dalam memandang kehidupan; ketakutan ketika disayangi, ketidakpercayaan, hingga gambaran kekelaman dalam diri seseorang yang mempertanyakan tujuan hidup.
*.
22.7.22
// lebih putih dariku //
seperti yang telah diketahui, istilah nyai cenderung dipandang negatif. tetapi, lebih daripada itu, kisah tentang nyai seringkali juga adalah sebuah kepiluan. di buku ini perenungan atas segala anggapan tersebut bisa dirasakan melalui penyampaian cerita yang sederhana, sekaligus memberikan kesan yang mendalam. menimbulkan emosi yang mengalir secara alami, seiring bagaimana kisah hidup isah yang mengaduk perasaan hingga halaman terakhir. kisah hidup isah dan nyai-nyai lainnya masih bisa dilihat hingga kini melalui potongan-potongan gambar yang menyimpan sejarah kelam, yaitu perbudakan halus dan mematikan terhadap perempuan.
*.
21.7.22
// garis batas //
agustinus wibowo mengisahkan negara-negara pecahan uni soviet serupa dongeng. dengan kalimat-kalimat yang indah ketika mendeskripsikan tajikistan, kirgizstan, kazakhstan, uzbekistan, dan turkmenistan memberikan kita pandangan baru dan pengetahuan yang akhirnya menimbulkan ketakjuban akan budaya dan segala hal yang menyertainya, termasuk kesulitan-kesulitan yang dihadapi penduduk garis batas. persinggungan dengan negara tetangga tak jarang membuat kehidupan terasa tidak masuk akal sekaligus membingungkan, hingga terasa penuh misteri dan ngeri.
setiap negara memiliki identitasnya masing-masing; mata uang, budaya, bahasa, dan terkhusus makananan yang tersaji di atas meja. meski, semuanya itu masih saja kerap terhubung dengan kapasitas kecil.
garis batas adalah tanda nyata bahwa terdapat kerumitan ketika hendak melintas. ia membentang memberi penekanan untuk segala hal agar tetap mematuhi aturan. nyatanya, garis batas tidak sesederhana yang ditampilan peta di atas kertas.
di balik kehidupan modern yang ditampilkan sebuah negara, nyatanya tersimpan kesulitan hidup. di sebuah garis batas tajikistan, beberapa keluarga mengeluh karena harga untuk bahan pokok makanan terlalu tinggi, pendidikan untuk generasi penerus tidak tersedia, hingga pengangguran layaknya zombie kelaparan yang setiap harinya hanya menjalani nasib tanpa kepastian. perasaanku berkecamuk membaca bagian ini. kesedihan menimbulkan satu pertanyaan, "akan menjadi apa hidup ini kelak, ketika mimpi yang sederhana terasa sangat mewah bagi mereka yang serba terbatas?"
di benak saya selalu tersimpan cerita-cerita dari seseorang tentang keadaan di negeri sendiri yang tak kalah memilukannya. sembari membaca buku ini saya kembali mengingat cerita-cerita jauh yang pernah dikisahkan olehnya. bahwa ketika masyarakat ibu kota sibuk membangun relasi atas dasar keuntungan dan keegoisan semata, di garis batas indonesia yang bahkan letaknya tidak bisa kubayangkan, ada banyak pasang mata dan tangan yang masih menggapai-gapai mimpi sederhana, dan bahkan mereka tidak pernah mengenal deretan abjad.
lebih daripada itu, banyak kesederhanaan hidup yang bisa membuat kita merasa bahwa apa yang dimiliki saat ini, oleh kalian yang membaca ini, adalah sebuah kemewahan. dan saya merasa malu untuk semua yang kumiliki.
kesulitan-kesulitan tersebut tentu saja dipengaruhi oleh birokrasi yang tidak bersahabat. meski demikian, jika berhasil berjalan lebih jauh melewati perbatasan yang pelik sekaligus menegangkan itu, pembaca akan menemukan kehangatan dan keramahan di mana rasa kekeluargaan terasa sangat nyata. sambutan disertai senyum hangat dari masyarakat setempat seolah menggugurkan keletihan dan mengubur kesulitan yang telah ditemui ketika melewati garis batas.
"garis batas" adalah kisah perjalanan yang sangat menyenangkan. saya menikmatinya. tulisan agustinus wibowo terasa ajaib. saya terkagum-kagum bahwa betapa hebatnya agustinus wibowo mencari makna diri dengan menyeberangi banyak negara, suku, dan kebudayaan. hingga mucul pertanyaan, "mengapa harus ada garis batas?"
melalui kisah-kisah dan foto-foto yang dilampirkan pada setiap negara membuat saya berpikir bahwa dunia ini sangatlah luas. keberagaman sangat nyata adanya. misal, agama islam di indonesia berbeda dengan islam di tajikistan, kirgizstan, kazakhstan, uzbekistan, dan turkmenistan. dari keberagaman itu setidaknya masing-masing masyarakat di beberapa negara memiliki keyakinan yang tersimpan jauh di lubuk hati.
ketika akhirnya bisa bertemu langsung dengan agustinus wibowo di acara MIWF tahun ini, saya banyak belajar dari semua hal yang bisa ditangkap oleh mata dan telingaku pada saat itu. bagaimana sebuah perjalanan adalah poses untuk berkembang. memahami diri sendiri melalui orang-orang yang ditemui. agustinus wibowo tidak hanya keluar dari zona nyaman, beliau mencari dan akhirnya menemukan makna di setiap tempat yang disinggahi.
*.
15.7.22
// educated //
"an education is not so much about making a living as making a person."
sebelum membeli buku ini, terlebih dahulu saya membuka halaman goodreads untuk sekadar membaca komentar-komentar dari pembaca. dari beberapa komentar yang kubaca akhirnya memberikan saya keyakinan untuk membelinya. buku ini membuat saya tertarik karena judulnya. seolah menjanjikan kisah yang memukau, ketika saya tidak begitu tertarik lagi dengan genre fiksi.
setiap halaman dari apa yang disampaikan tara westover selalu membuat saya penasaran perihal apa saja yang akan ditemuinya untuk keputusan-keputusan yang dibuat. terlebih, ketika ia baru pertama kali menginjakkan kaki di sebuah ruang kelas. jadi, tara terlahir dari keluarga ekstrimis. saya bisa membayangkan bagaimana rasanya dibatasi, tidak dibebaskan untuk memilih. bahkan untuk hal-hal sederhana, seperti mendatangi dokter ketika sedang sakit. jika ditelisik lebih jauh, sang ayah adalah sumber penderitaan.
karena batasan dari ayahnya, tara dan saudara-saudaranya tidak diizinkan bersekolah. ayahnya memiliki pandangan berbeda tentang dunia; tidak percaya dokter, apalagi pemerintah. tetapi semakin dewasa tara merasa harus menemukan dunia yang lebih baik dari kehidupannya selama ini. atas desakan saudaranya, tara memberanikan diri melawan dan memutuskan untuk bersekolah tepat di usia tujuh belas tahun.
ketika akhirnya bisa bersekolah, tara seperti menemukan dunia baru. banyak perspektif lain yang ditemukan, yang tentu saja berasal dari orang-orang yang ditemuinya, lingkungan baru, dan pelajaran baru. seolah tara muak dengan semua doktrin yang berasal dari ayahnya, maka ia memilih mencari dan menemukan sendiri. belajar memilih dan memisahkan pengetahuan sebelumnya dengan hal-hal baru yang ditemuinya. seiring semua proses yang dilaluinya, tara juga melalui gejolak dalam pencarian jati diri. tentu saja, bayang-bayang keluarga yang ingin ia lepaskan terus membayangi. sang ayah, seolah tidak ingin melepaskan tara begitu saja. bagi ayahnya, tara saat itu adalah seorang pendosa dan harus disucikan. terkesan seperti lelucon dan memuakkan.
kisah tara westover yang berhasil meraih gelar doktor di tengah drama keluarga dan trauma masa lalu yang seolah menelannya hidup-hidup, tidak hanya membuat kita membayangkan dan ikut merasakan semua gejolak itu, tetapi juga mengajari kita yang membaca bahwa selalu ada pilihan dalam hidup. kita hanya perlu meyakini pilihan itu. dan juga, terkadang, menjauh dari orang-orang yang dicintai adalah pilihan terbaik. kita tidak perlu menyerahkan seutuhnya diri ketika perasaan mengatakan ada jalan terbaik. bukankah kita masih bisa mencintai seseorang meski harus mengucapkan selamat tinggal?
ucapan selamat tinggal akhirnya melayangkan kenangan masa lalu dan memberi ruang untuk masa kini. tara westover memilih untuk membebaskan diri dari kemelekatan yang tidak erat lagi. kisahnya ini adalah sebuah bentuk pendidikan yang super kompleks. pendidikan di sekolah sangat berbeda dengan pendidikan yang ditemui di tengah keluarga dan orang-orang di luar itu. kesedihan, trauma adalah juga bagian dari pendidikan. memberikan kita bentuk baru seiring bagaimana kita mempelajari segalanya.
*.
11.7.22
// cinta terakhir baba dunja //
"aku sudah tua, tak ada lagi yang bisa membuatku terpapar radiasi, dan kalaupun terpapar, itu bukan akhir dunia."
"dan kemudian saya mendorong pintu dan sekali lagi saya pulang."
29.5.22
// honjok: seni hidup sendiri //
sebelum menulis lebih banyak tentang "honjok: seni hidup sendiri", terlebih dahulu saya ingin memberitahukan bahwa buku ini adalah salah satu yang berhasil membantu saya memulihkan luka batinku. lantas saya jadi berpikir bahwa barangkali akan menyenangkan jika hidup sendiri saja (?). tentu saja itu adalah keputusan yang dilandasi berbagai pemikiran dan pertimbangan. tidak mudah membuat keputusan besar dalam hidup.
honjok, memiliki arti "suku penyendiri", adalah istilah yang populer di korea sejak tahun 2017. sesuai artinya, honjok lebih mengantar kita untuk memahami bagaimana hidup sendiri di tengah tuntutan masyarakat saat ini. seperti, membangun rumah tangga, memiliki anak, pekerjaan mapan, dan berbagai hal yang dianggap "normal" di masyarakat.
tentu saja, hal-hal seperti itu adalah bentuk kesenangan hidup yang selalu dipandang ideal. tetapi, terkadang apa yang terlihat dan apa yang begitu diinginkan tidak akan semudah itu terwujud. sebut saja, kesempatan kerja yang kurang, hubungan percintaan yang selalu kandas, dan kondisi fisik yang kerap membuat perempuan sulit mengandung. hal tersebut hanyalah contoh kecil yang menjadi penyebab gaya hidup penyendiri menjadi lebih dipilih ketimbang berurusan dengan hal-hal formil yang pada akhirnya sulit diciptakan dan membuat frustrasi.
lantas, apa yang disuguhkan buku ini adalah bagaimana menyikapi dan mengatasi kesendirian tanpa perlu merasa kesepian, bagaimana menikmati waktu untuk sendiri dengan kepuasan di dalam diri bahwa segalanya baik-baik saja, dan fokus kepada diri sendiri menyembuhkan luka batin agar menjadi pribadi yang berkembang. lebih daripada itu, honjok adalah hidup untuk diri sendiri. dalam artian hadirnya kebebasan memilih untuk bepergian tanpa harus bergantung pada keputusan atau pendapat orang lain.
buku ini juga telah memicu saya untuk menulis tentang bagaimana saya pernah begitu kuatnya menggantungkan beberapa hal yang ada di hidup saya kepada seseorang, termasuk perasaan. berkaitan dengan buku ini, sayang ingin lebih personal; tentang kesendirian dan kesepian yang secara bersamaan pernah menelan saya bulat-bulat.
bahwa saya pernah sangat yakin kepada seseorang yang pada saat itu kucintai. hidup dan seutuhnya perasaan yang kupunya akan aman sekaligus nyaman jika bersamannya. tetapi takdir dengan segala upaya yang pernah ada memiliki porsi masing-masing. kami cukup sampai di situ. nyatanya, sepuluh tahun yang kami habiskan bersama tidak menjamin apa-apa.
kejadian yang tiba-tiba itu membuat saya terpukul. seolah saya tidak lagi memiliki pegangan. hingga beberapa waktu, untuk beberapa hal yang terbiasa diselesaikan olehnya malah kubiarkan begitu saja. saya seolah tidak memercayai orang lain untuk mengurusnya. lantas, saya ditelan kesendirian, kesepian, dan seolah tidak bisa melakukan apa-apa. sungguh efek yang buruk. saya begitu terlena hingga tidak menyadari bahwa saya sebenarnya mampu menghadapi kenyataan. saya dibutakan rasa kehilangan yang mengoyak.
butuh waktu lama hingga saya menyadari bahwa kesendirian dan kesepian yang kualami harus diakhiri. saya boleh sendiri tetapi tidak harus selalu dibarengi kesepian. lagi-lagi penerimaan dan kesadaran adalah hal pertama yang kulakukan. bersamaan dengan itu, saya menemukan buku ini. terlepas bagaimana sangat melekatnya saya kepadanya di waktu lalu, perlahan membuat saya belajar untuk melepaskan ikatan. menyadari potensi diri dan belajar untuk menyelesaikan beberapa hal yang sanggup kuselesaikan sendiri.
hal lain yang kulakukan pada masa-masa pemulihan itu adalah mencoba membuka diri untuk satu dua oarang baru. tetapi tidak berhasil. sejujurnya, saya tidak memahami penyebabnya. ketika saya mencoba melakukan yang terbaik yang kubisa, nyatanya itu tidaklah cukup. malahan, saya mempertanyakan kualitas diri, apakah saya cukup baik untuk seseorang? atau apakah standar dalam memilih pasangan telah berubah?
*.
20.5.21
// kronik burung pegas //
// convenience store woman //
28.8.20
// animal farm //
di sebuah peternakan, sang babi tua yang dijuluki major adalah visioner. ia memiliki mimpi bahwa semua binatang yang ada di peternakan tempat ia berada harus hidup bebas tanpa aturan manusia. katanya manusia itu serakah, manusia itu jahat, dan manusia itu menindas. maka ia pun menggerakkan bintanag lainnya untuk bersatu melawan sang pemilik peternakan. menggulingkan sang penindas!
dengan rencana yang matang dan strategi yang kuat maka sang major dan semua binatang berhasil menggulingkan sang pemilik. tetapi, seperti tak habis perkara setelah tertindas, begitu kekuasaan berpindah tangan, kawanan binatang pun kembali menemui masalah. nyatanya, mengurus peternakan tak semudah yang dibayangkan. masalah kepemimpinan menjadi faktor yang tak bisa terhindarkan.
perpecahan antar kawanan pun terjadi ketika kedua babi yang telah menang atas sang pemilik peternakan terlibat perselisihan; saling curiga, dan beberapa aturan yang telah disepakati pun dilanggar. semua itu tidak lain didasari oleh perebutan kekuasaan.
barangkali buku ini adalah contoh satir bahwa hal-hal semacam itu juga kerap terjadi pada dunia manusia. bahwa secara keseluruhan, animal farm seperti mewakili kehidupan kita saat ini. jika melihat hingga ke bagian dalam, bisa dikatakan bahwa buku ini mengkritik kehidupan politik. meski demikian, membacanya tidaklah memusingkan dan juga tidak membuat dahi mengkerut. namun, terasa lezat, cepat, dan seolah tak ingin berhenti.
"makhluk-makhluk di luar memandang dari babi ke manusia, dan dari manusia ke babi lagi; tetapi mustahil mengatakan mana yang satu dan mana yang lainnya."
dari kutipan di atas, setidaknya kita bisa merasa bahwa seharusnya manusia dan binatang memiliki perbedaan yang sangat mendasar. yaitu akal dan pikiran. tetapi, nyatanya, terkadang manusia juga bertindak seperti binatang; saling memanusiakan manusia kerap diacuhkan. jika sudah seperti itu, apakah naluri binatangisme yang mengambil peran?
*.
17.6.20
// dunia simon & lembar keseratus yang penuh kejanggalan //
10.5.20
// le petit prince //
"manusia," kata pangeran cilik, "mereka menjejalkan diri ke dalam kereta api kilat, tetapi lupa apa yang mereka cari."
"kamu menjadi bertanggung jawab untuk selama-lamanya atas siapa yang telah kamu jinakkan."