5.11.19

// goodbye, things //


menjadi minimalis adalah salah satu upaya untuk tetap waras. itu menurut saya.

setahun belakangan ini saya sudah mencoba untuk tidak membeli pakaian. hal ini saya sadari ketika saya kembali dari bogor dan saya merasa sedikit stress lantaran tidak memiliki space untuk pakaian-pakaian dan juga barang-barang saya yang jumlahnya lumayan banyak—termasuk buku-buku koleksi saya.


bahkan saya iri dengan beberapa teman saya yang ketika meninggalkan bogor hanya membawa pulang barang yang sangat sedikit. tentu saja, semakin banyak barang yang saya bawa pulang maka semakin mahal juga ongkos kirimnya. ongkos kirim yang saya keluarkan ini membuat saya menyesal mengapa saya memiliki begitu banyak barang. bukannya tidak bersyukur, tetapi sebagian besar barang-barang yang saya miliki hanyalah barang keinginan yang harus saya penuhi agar merasa puas.

saya juga kerap berpikir bahwa akan diapakan barang-barang saya ketika saya meninggal nanti. bagus jika ada yang ingin mengambil dan merawatnya dengan baik. akan tetapi kebutuhan setiap orang berbeda-beda. belum tentu barang saya akan cocok dengan mereka. hal ini semakin memberikan saya keyakinan bahwa saya hanya perlu menyimpan barang yang benar-benar saya butuhkan, ketika saya melihat barang peninggalan tante saya yang meninggal tahun lalu. semua pakaiannya hanya dibiarkan tersimpan di lemari tanpa disentuh sekalipun. hal tersebut membuat saya sedih. mengingat bahwa barang-barang tersebut pernah berarti bagi seseorang, lantas ditinggalkan dan tidak digunakan lagi.

maka dalam waktu setahun ini, saya belajar dan mengamati diri saya sendiri terhadap barang-barang atau apa saja yang benar-benar saya butuhkan dan berusaha menyimpannya dengan baik.

sekembalinya dari bogor, saya langsung menyortir buku-buku mana saja yang bisa saya simpan dan yang mana bisa saya donasikan. karena saya berpikir bahwa sungguh kasihan buku-buku ini jika hanya ditumpuk. sementara saya tidak yakin untuk membaca semuanya kembali. saya berharap di tangan yang tepat mereka bisa berguna dan membantu siapa saja yang membacanya.

begitu juga dengan pakaian, ada tiga keranjang ukuran sangat besar yang saya donasikan, dan sisanya masih banyak lagi di lemari. saya berencana untuk menyortirnya lagi, hingga saya merasa yakin bahwa inilah yang benar-benar saya butuhkan.

saya rasa ada benarnya yang dikatakan buku ini di awal, bahwa kita membeli dan memiliki banyak barang hanya agar dianggap keren dan mampu oleh orang lain. kita seperti dikuasai oleh barang-barang di sekeliling kita. dan buku ini memberikan saya pengertian tentang nilai dan esensi dari segala hal yang kita miliki dalam hidup.

pada halaman 109, kiat berpisah dari barang poin terakhir. dikatakan bahwa “melepaskan sesuatu justru memastikan suatu kenangan akan tetap bersama kita selamanya”. ini benar sekali, dan saya sudah pernah mencobanya. semua barang yang telah saya sumbangkan maupun file foto kenangan di laptop yang pernah saya hapus, malah tidak pernah saya lupakan hingga saat ini.

setelah membaca buku ini ada pemahaman baru yang saya dapatkan. menjadi minimalis harus didasari atas pemahaman dan kesadaran diri. pemahaman dalam artian memiliki barang-barang yang memang sangat dibutuhkan, dan kesadaran diri untuk tidak egois serta tidak mengikuti keinginan atas memiliki barang yang sifatnya hanya sementara.

selama membaca buku ini, saya kerap berpikir bahwa menjadi minimalis adalah sikap pesimis, tetapi jika dipikirkan lagi hal tersebut tidak benar karena semua yang di buku ini ada benarnya. buku ini mengajarkan untuk tidak terburu-buru melakukan atau mengejar sesuatu. saya rasa, buku ini telah menjadi buku favorit saya :)

*.