1.10.19

// rumah kopi singa tertawa //


rumah kopi singa tertawa adalah buku kedua yusi avianto pareanom yang saya miliki setelah raden mandasia si pencuri daging sapi. keduanya sangat menyenangkan dan sayang sekali saya baru menyadarinya di kali kedua ketika saya memutuskan untuk membacanya kembali. barangkali, bagi yang sudah membacanya akan sependapat dengan saya, bahwakeduabuku ini adalah maha karya yang sangat mahal.

selama membaca buku ini saya merasa keenakan. maksud saya adalah kenikmatan membaca sebuah buku bisa kita rasakan ketika kita sangat terhanyut dalam ceritanya. karakter tokoh serta alur yang menarik menjadi penyebab mengapa kita sangat menikmatinya. selain itu, yang juga tak kalah penting adalah jika cerita dalam buku tersebut disertai dengan ending yang mengejutkan. saya pikir rumah kopi singa tertawa memenuhi semua kriteria tersebut. akan tetapi, lebih dari pada itu setiap cerita dalam buku ini memiliki daya tarik sendiri-sendiri.

setiap membaca kumpulan cerpen, biasanya kita memiliki cerita yang dijadikan favorit. maka favorit saya adalah 'cara-cara mati yang kurang aduhai', 'sebelum peluncuran' 'rumah kopi singa tertawa', 'kabut pemata', serta 'sengatan gwen'. dan meskipun judul bukunya rumah kopi singa tertawa, akan tetapi tidak ada humor dalam buku ini.

jika dipahami, dalam cerita 'cara-cara mati yang kurang aduhai' seolah memberikan peringatan bahwa kematian sangat tidak bisa ditebak. bagi saya, yang akhir-akhir ini sering memikirkan tentang kematian, merasa kalau cerita ini memberi penegasan bahwa bagaimanapun kita harus selalu bersiap untuk itu. 

cerita 'sebelum peluncuran' mengisahkan tentang penulis yang berusaha memperbaiki bentuk tubuhnya sebelum peluncuran novel barunyaagar terlihat menarik di acara tersebut. Namun, takdir berkata lain, sebelum peluncuran si penulis justru meregang nyawa yang disebabkan oleh segala macam obat-obatan yang dipercayainya mampu memberi bentuk tubuh yang diidamkannya itu. kemudian, saya mengaitkan cerita ini dengan cerita pertama tadi. sungguh segalanya akan kita tinggalkan, hanya caranya saja yang berbeda-beda.

kemudian, untuk cerita 'rumah kopi singa tertawa' berungkali saya mengulang membacanya lantaran berusaha merunut urutan percakapan yang ditulis acak. yang sebetulnya ini adalah beberapa percakapan yang lazimnya diobrolkan orang-orang di kedai kopi atau di mana saja. menurut saya cerita ini sangat unik dan tidak pernah saya temukan di buku manapun. sampai review ini ditulis saya tidak bisa menemukan apa-apa dalam cerita ini atau barangkali penulis memang tidak memaksudkan apa-apa.

lain lagi dengan 'kabut permata' yang dari awal hingga akhir cerita hanya menggiring pembaca ke satu pertanyaan, "ke mana perginya permata?". bagi saya yang menyukai genre thriller, cerita yang satu ini menjadi cerita yang paling saya sukai. malahan saya merasa ketagihan dengan alurnya dan sangat menyayangkan kenapa cerita ini hanya cerita pendek.

untuk cerita favorit saya yang terakhir ini adalah 'sengatan gwen'. bagaimana tidak, ending ceritanya berhasil membuat saya mengumpat sembari senyum-senyum sendiri. siapa sangka nama panggilan untuk salah satu tokohnya sengaja ditulis singkat untuk memberikan plot twist yang benar-benar menarik. sungguh, sungguh, sungguh mengejutkan!

di luar fakta bahwa buku ini menawarkan cerita-cerita yang tergolong mature, ternyata ini bisa dinikmati dengan santai karena ditulis dengan narasi yang enak dibaca. maka secara sadar saya menyatakan bahwa buku ini sangat direkomendasikan jika kalian ingin mencoba bacaan baru yang tergolong unik. sampulnya juga sangat enak dilihat, menampilkan situasi di sebuah kedai kopi yang merupakan gambaran untuk cerita 'rumah kopi singa tertawa' yang juga dijadikan judul buku ini. sangat menarik.

sepertinya, saya ingin selalu menunggu dan ingin selalu membaca tulisan yusi avianto pareanom yang lain!