29.3.19

// sawerigading datang dari laut //



setiap kali saya membaca tulisan faisal oddang saya merasa seperti ditarik ke masa lalu; serupa mengenang ketika mendengarkan nenek saya bercerita pada suatu sore yang hujan, atau serupa membaca dongeng yang meninggalkan perasaan takjub. seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, buku yang baik adalah yang bisa memberikan manfaat bagi pembacanya, dan faisal oddang tentu saja berada di jalur itu. terlebih gaya penulisannya yang frontal saya temukan ketika pertama kali membaca buku tiba sebelum berangkat, yang membuat saya ingin membaca tulisannya yang  lain.



di buku sawerigading datang dari laut ini berisi cerita-cerita yang memikat. tulisan faisal oddang tidak pernah jauh dari cerita yang menyoroti isu tentang keyakinan, adat dan tradisi, perampasan kebebasan, mitos yang dipercaya hingga kini, dan bahkan isu orientasi seksual juga kerap dihadirkan. dari tujuh belas cerita, empat di antaranya adalah favorit saya (orang-orang dari selatan harus mati malam itu, sawerigading datang dari laut, perempuan rantau, dan siapa suruh sekolah di hari minggu?).

isu perbedaan dan pemaksaan keyakinan serta perampasan kebebasan bisa dirasakan pada cerita orang-orang dari selatan harus mati malam itu. yaitu kisah masyarakat suatu desa yang memiliki kepercayaan menyembah sesuatu yang disebut Dewata Sewae, masyarakat setempat menyebutnya 'tolotang'. dalam cerita yang ditulis faisal oddang di buku ini, orang-orang tolotang harus behadapan dengan gerilyawan dan mereka harus mati malam itu jika tidak memilih satu agama untuk tertera di kartu tanda penduduk. mereka yang lolos secara terpaksa memilih satu agama, meskipun dalam kehidupan sehari-hari--hingga hari ini--kegiatan keagamaan mereka berbeda dengan agama yang tertulis.

cerita tentang tolotang ini juga mengingatkan saya bahwa bertahun yang lalu saya pernah--selama satu bulan--tinggal satu atap bersama satu keluarga tolotang. saya tinggal di rumah uwak (serupa pimpinan adat) dan keluarganya. waktu itu pemahaman saya tentang seorang uwak adalah serupa kepala desa. saya merasa tolotang ini cukup unik karena beberapa orang yang berada di luar wilayah tolotang mengatakan bahwa mereka tidak melaksanakan sholat tetapi fasih membaca ayat al-quran, bahkan mereka pun berpuasa.

sepatutnya, kita sangat bersyukur karena bisa hidup di zaman saat ini. kita tidak harus merasakan apa-apa yang orang terdahulu rasakan. maksud saya, segala macam isu dan konflik yang berujung pertikaian dan perampasan kebebasan seperti pada beberapa cerita di buku ini.

tentu saja kisah cinta tidak bisa diabaikan. bisa ditemukan dalam cerita perempuan rantau dan sawerigading datang dari laut. sepertinya faisal sedikit berimprovisasi dengan tokoh sawerigading dari epos i la galigo dan menyuguhkan cerita serupa dogeng dengan akhir kisah yang mengejutkan. diceritakan, sawerigading tiba-tiba muncul di bawah pohon yang memiliki penunggu jahat. ia mengaku sebagai sawerigading dari masa lalu dan sedang mencari calon istrinya. oleh orang-orang tentu saja ia dianggap gila. kemudian, weri--nama panggilan untuk sawerigading di cerita ini--dipertemukan dengan zelle, tokoh perempuan yang dipasung oleh majikan laki-lakinya lantaran juga dianggap gila. weri dari masa lalu seolah menemukan calon istri yang dicarinya, ia sangat yakin karena rambut zelle sama dengan rambut saudara kembarnya--tenriabeng--yang berwarna emas. "wanita yang gila untuk lelaki yang gila, lelaki yang gila untuk wanita yang gila". namun, ada rahasia yang disembunyikan oleh majikan zelle ketika seorang bayi lahir dari rahim zelle, yang kemudian oleh weri diberi nama i la galigo.

terlepas dari kepiawaian faisal oddang membuat cerita yang berdasarkan mitos, peristiwa sejarah maupun pengetahuannya tentang tradisi, adat dan budaya, tentu saja beberapa kritik akan selalu ada. dalam hal ini ada beberapa bagian pada sebuah cerita yang terlalu memberikan detail tentang suatu peristiwa penting, yang menurut saya hal tersebut tidak memerlukan rincian yang teramat sehingga terkesan memaksakan.

terakhir, saya ingin berbicara sedikit tentang sampul sawerigading datang dari laut ini yang terlihat sederhana tetapi sangat mewakili judul bukunya. meskipun, sejujurnya, ini tidak sekeren dengan sampul buku-buku faisal oddang sebelumnya yang saya miliki hehe. yang lebih penting, dari beberapa tulisan faisal oddang yang telah saya nikmati, di antaranya puisi, novel, dan cerita pendek, maka saya merasa bahwa faisal oddang lebih cocok menulis cerita-cerita pendek.

*.