beberapa catatan selama saya membaca “Aruna & Lidahnya”; berupa daftar nama-nama makanan yang membuat saya menelan air liur sambil membayangkan dan meraba-raba seperti apa rasa makanan tersebut. bebek goreng yang telah melegenda (yang kata teman saya adalah cabang dari Madura) dan sate klopo, adalah dua makanan yang pernah saya cicipi ketika saban hari berkunjung ke Surabaya. rasanya memang enak atau memang pada dasarnya saya punya “otak makanan”, maka apa saja yang masuk ke mulut akan terasa enak 😄
ada lagi; pempek, mi pangsit, kari bihun, pindang, sate lalat, nasi ayam Hainan, mi Hokkien, mi Tiong Sim, kwetiaw, bihun bebek, naniura, rujak pisang batu, kari bebek, martabak aceh, sate matang, kopi, ko kue, chai kue, dan mi kepiting, adalah beberapa makanan yang dicicipi Aruna, Bono, Nadezhda, Farish, dan temen2nya yg lain selama menjalankan tugas mengenai flu unggas di beberapa kota; surabaya, madura, medan, aceh, pontianak, juga lombok.
ok. investigasi kasus flu unggas di beberapa kota di Indonesia yang dibalut dengan petualangan kuliner Aruna dan temen2nya bagi saya adalah kecerdasan, dan betapa nyaris tak bertepinya kekayaan kuliner Indonesia. hingga tradisi memasak di Aceh yang lebih banyak dipegang oleh kaum pria. barangkali, bukan hanya saya saja yang terkesima dengan “Amba” dan secara naluriah membandingkannya dengan “Aruna & Lidahnya”. ternyata “Amba” jelas berbeda dan keduanya tidak bisa dibandingkan.
meski pada pertengahan buku terasa sedikit membosankan dan fokus ceritanya tidak jelas, namun bagi saya “Aruna & Lidahnya” tetap menarik (hanya di bagian cerita makanannya haha). oh, satu lagi; tentang sampul, gambar (mangkok ayam) dan pemilihan jenis huruf yang digunakan terlihat sederhana namun memikat ✨
*.