novel “pulang” seolah menambah bacaan saya tentang sejarah Indonesia. novel yang ditulis oleh Leila S. Chudori ini mengisahkan Dimas Suryo, Nugroho Dewanto, Tjai, dan Risjaf; adalah empat sekawan yang tidak bisa pulang ke tanah air setelah peristiwa G-30 S(PKI) 1965. mau tidak mau mereka akhirnya menetap di Paris ketika revolusi mahasiswa pada mei 1968 juga sedang berlangsung di sana. bagi saya, Dimas Suryo sebagai tokoh utama terasa hidup dan mewakili kehidupan orang-orang yang bernasib sama.
dalam novel pulang, sangat banyak nama-nama sastrawan yang disebutkan oleh Leila; Chairil Anwar, James Joyce, Subagio Sastrowardoyo, Lord Byron, Goenawan Mohamad, John Keats, Pramoedya Ananta Toer, TS Eliot, Rivai Apin, William Shakespeare, WS Rendra, dan Walt Whitman. barangkali Leila ingin tokoh-tokohnya tampak cerdas dan memiliki bacaan yang luas. namun, bagi saya, hal tersebut berlebihan hingga akhirnya tokohnya terkesan mempunyai karakter yang tidak alami.
kisah cinta akan selalu ada dalam cerita sebuah novel. “pulang” juga tak luput dari kisah semacam itu. sebut saja kisah Dimas Suryo dan Surti Anandari yang maha dahsyat. mengingatkan saya dengan kisah cinta dalam novel “the girl you left behind” karya Jojo Moyes; elegan dan tidak memuakkan. sangat berbeda dengan hubungan antara Lintang Utara dan Segara Alam yang saya pikir menggelikan, terburu-buru dan dipaksakan hehe…
di akhir buku, surat Dimas Suryo sebelum meninggal berhasil membuat saya menangis (sama seperti ketika membaca “laut bercerita”). kedua novel Leila ini tidak hanya berbicara tentang kehilangan dan mengikhlaskan, tetapi juga mengingatkan bahwa sejarah tak boleh dilupakan. berdasarkan hal tersebut, saya pikir “pulang” adalah novel yang penting.
*.